Kamis, 25 Oktober 2012

Apakah karena miskin?

Pagi ini melihat berita di televisi. berita yang membuat hati gregetan sekaligus miris. Balita berusia 2 tahun hanya memiliki berat 3 kg. Presenter menguraikan bahwa keluarga itu adalah keluarga miskin. Jadi secara tidak langsung derita yang dialami balita itu karena kemiskinan. tapi apakah karena keluarga mereka miskin? . tp mengapa Orang tuanya terlihat sehat dan bugar? pasangan suami istri yang masih muda. Menurut saya,kasus tersebut bukan semata2 karena miskin harta. Miskin ilmu dan pengetahuan tentang pemenuhan gizi untuk tumbuh dan berkembang adalah faktor yang utama. orang tua terutama ibu berperan utama dalam hal ini. untuk mendapatkan gizi tidak perlu makanan yang mahal. Aneka sayuran, protein hewani dan nabati, tahu tempe, dsb bisa di dapatkan di sekitar rumah. ibu tersebut tidak perlu beli untuk memenuhi kebutuhan itu. ia dapat memetik dan menanam kapan saja sayuran. Apalagi jika halaman mereka luas tinggal dipedesaan. bukankah di desa kita bisa mendapatkan apa saja dengan mudah?. Mereka juga bisa beternak hewan,itik,ayam dsb. Edukasi tentang makanan yang bergizi di masyarakat miskin sangat penting untuk dilakukan. menginggat akan keterbatasan akses yang mereka miliki. rendahnya pendidikan, minimnya informasi elektrotik dn cetak, mengharuskan kita untuk aktif mengedukasi mereka. pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus berperan serta untuk ini. tentunya peran tetangga,warga sekitar sangat membantu sekali. Tetangga yang mampu sebaiknya juga sadar akan lingkungan sekitarnya. namun dari semua itu yang lebih penting adalah peran pemerintah untuk mengedukasi dan warga aktif dan mau untuk berubah. Jadi tidak ada lagi, balita yang kekurangan gizi atas alasan kemiskinan. Ya secara ironi bisa dikatakan meski hidup miskin tetap harus sehat, minimal sehat raganya. lihat saja masyarakat nelayan, meski terkadang hidup susah dan miskin tapi tetap sehat. Lha gimana tidak sehat lha bisa makan ikan setiap hari. Masyarakat miskin yang lain juga bisa kok..asal kita punya ilmu dan mau untuk berusaha.

Selasa, 23 Oktober 2012

Ceria 2011


BBM oh BBM...



Sejak wacana tentang BBM bersudsidi dan siapa saja yang mengunakannya tentu berimbas pada masyarakat.  Premium hanya boleh digunakan hanya untuk mereka yang benar-benar  golongan masyarakat bawah. Jadi bagi yang bermobil keren dan mobl instansi pemerintah tidak boleh menggunakan premium. Akibatnya alokasi anggaran untuk mobil dinaspun mau tidak mau harus naik juga. Menggingat harga BBM non subsidi yang lebih mahal. Petugas di pengisian bahan bakarpun konsisten menerapkan aturan ini. Bagi mobil plat merah hanya boleh disisi oleh Pertamax. Salut deh… 

Ganti Plat Merah jadi Hitam..
Ternyata fenomena berubahnya warna tidak hanya dilakoni oleh bunglon saja lho. Plat mobil juga bisa berganti. Entah karena alasan apa, apa karena alokasi dana yan kurang atau untuk menghemat ?, plat mobil dinas ini bisa berubah. Sesaat sebelum memasuki pos pengisian bahan bakar, plat cadangan (plat hitam) dipasang mengantikan plat merah. Dan muluslah perjalanan mobil ini mengisi dengan bahan bakar bersubsidi.
Jadi gagalah program pemerintah ini agar mobil dinas tidk mengunakan BBM bersubdisi. Kemudian bagaimana dengn stiker yang ditempel dimobil dinas?. ini juga tidak sulit tentunya unstuck diakali. Tinggal ditempeli ulang dengan stiker yang lain maka bereslah rusannya. 

Fenomena masyarakat yang seperti ini tentu tidak akan membantu pemerintah dalam hal penghematan BBM. Harus ada kesadaran masyakat sendiri tentang pentingnya program ini. Yang menjadi PR adalah bagaimana caranya masyarakat untuk bertidak eperti itu?. Tentu tidak hanya dengan tidak hanya metode temple stiker dan mobil plat merah. Selain semua system yang mendukung, yang lebih pnting bagaimana mengsosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai tentang pentingnya BBM bagi kehidupan selanjutnya untuk masyarakat.

Senin, 22 Oktober 2012

puger

Puger sebagai salah satu wilayah pesisir di perairan Jawa Timur juga memiliki indikasi untuk suatu kondisi overfishing. Hal ini sebagaimana sering dikeluhkan oleh para nelayan Puger, terlihat pada hasil tangkapan yang selalu menurun setiap tahun. Selain itu jangkauan lokasi mencari ikan semakin jauh. Ini berarti terdapat masalah pada ketersediaan jumlah ikan yang ada di lautan. Kondisi demikian tidak aneh lagi jika, pertama, kondisi ekosistem laut di perairan pantai Puger sudah tidak berkualitas lagi. Hal ini, yang disebabkan oleh aktivitas beberapa nelayan yang menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan. Kedua, semakin banyaknya jumlah armada kapal nelayan serta semakin bervariasinya alat tangkap. Pada tahun 2009 tercatat bahwa jumlah perahu/kapal di kecamatan Puger berjumlah 2365 unit dan produksi sebesar 6518,85 ton, sedangkan jumlah rumah tangga nelayan sebanyak 6608 rumah tangga (Dinaskan Kab. Jember). Dalam kondisi perairan yang demikian nelayan saling bersaing untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Dengan demikian peluang terhadap munculnya konflik di komunitas nelayan tidak dapat terelakkan. Hal ini menginggat laut sebagai tempat bergantung untuk memenuhi kebutuhan hidup nelayan.

Minggu, 21 Oktober 2012

Saran terhadap konflik rumpon nelayan Puger



Berdasarkan hasil penelitian mengenai konflik nelayan non rumpon dengan nelayan rumpon maka terdapat beberapa saran, yaitu :
1.  Perlu adanya pengoptimalan sosialisasi peraturan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon.
Mengenai sosialisasi kebijakan pemasangan dan pemanfaatan rumpon ini, peneliti melihat kurang adanya usaha sosialisasi oleh Dinas Perikanan dan Peternakan kepada nelayan di pesisir pantai Puger. Minimnya sosialisasi berarti juga minimnya pengetahuan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon. Minimnya pengetahuan ini memberikan dampak kebingungan dan kesimpangsiuran terhadap kebijakan tersebut maka yang terjadi selanjutnya adalah pertentangan atau konflik diantara nelayan.
2. Perlunya penyelesaian konflik yang lebih komprehensif.
Dalam upaya penyelesaian konflik rumpon ini dirasa masih kurang komprehensif. Hal ini terlihat dari dikeluarkannya surat perintah dari Dinas Perikanan dan Peternakan Jember nomor: 523.11/637/419/2009 yang cenderung mengambil posisi ”aman”. Hal ini terlihat dalam isi surat perintah tersebut, yang berisi sebagai berikut :
SURAT PERINTAH
Nomor: 523.11/637/419/2009
Dasar : 1. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor Kep. 30/Men/2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon.
2. Pertemuan formal dan informal yang difasilitasi oleh Pemkab jember untuk menyelesaikan maslah rumpon di Puger
3. Surat Pemberitahuan aksi Dewan Pengurus Lembaga Kelompok Rukun Nelayan nomor 02/vii/2009
Memerintahkan kepada pemilik rumpon yang tidak mempunyai ijin untuk membongkar/memutus rumponnya sendiri-sendiri. 
                                                                                                          Jember, 21 juli 2009
                                                                               Ka. Dinas Perikanan dan peternakan
                                                                                                            Kabupaten Jember                 
Dari isi surat itu terkesan mengabaikan akar dari permasalahan yang sebenarnya. Seharusnya wewenang untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut dinaslah yang bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari kata-kata yang menyebutkan bahwa ”Memerintahkan kepada pemilik rumpon yang tidak mempunyai ijin untuk membongkar/memutus rumponnya sendiri-sendiri.” Kalimat yang menyebutkan bahwa rumpon harus diputus sendiri ini jelas tidak membawa pengaruh yang nyata. Karena pemilik rumpon tidak akan memutus rumpon karenan biayanya yang mahal. Jadi surat itu dikeluarkan hanya untuk meredam dari aksi kolektif nelayan non rumpon, agar tidak bertambah anarkis. Melihat masih tumbuhnya konflik laten dalam masyarakat nelayan Puger menunjukkan tidak adanya ketegasan dalam pengambilan keputusan tersebut. Oleh kerena itu perlu adanya penyelesaian yang lebih menyeluruh dan menyentuh akar permasalahan diantara kelompok nelayan. Salah satu cara menangani masalah ini misalnya dengan memberikan bantuan alat tangkap yang disesuaikan dengan armada yang dimiliki nelayan yang tidak memiliki rumpon dan memasang rumpon yang dipasang diperairan laut dangkal. Pemberian bantuan tersebut harus dilakukan dengan baik dan dengan komitmen bahwa bantuan ini untuk kesejahteraan nelayan. Sedangkan untuk pemasangan rumpon perairan dangkal harus juga diatur siapa saja yang bisa memanfaatkannya. Oleh karena itu sebelum rencana itu dilakukan perlu adanya sosialisasi dan antisipasi persoalan apa yang mungkin muncul. Dengan perencanaan yang matang dan melibatkan element dari seluruh nelayan maka hal-hal yang tidak diinginkan (konflik) dapat diantisipasi atau paling tidak dapat ditransformasi pada hal lain.
3. Penambahan tenaga UPTD
Penambahan tenaga UPTD TPI hendaknya perlu dilakukan. Jumlah tenaga UPTD yang ada kurang memadai dengan jumlah nelayan di desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon. Tenaga UPTD yang ada saat harus berada dalam wilayah perikanan budidaya dan perikanan laut. Sedangkan jumlah tenaga yang ada sangat terbatas yaitu 1-3 orang saja. Oleh karena itu perlu adanya penambahan tenaga UPTD, sehingga mereka dapat memainkan perannya dengan maksimal. Selain itu tenaga yang berkualitas dan mengerti tentang komunitas nelayan dan memiliki kesadaran akan arti pentingnya suatu kenyamana dan kejahteraan sangat diperlukan. Kerena karakteristik masyarakat nelayan dengan masyarakat yang lain sangat jelas terlihat. Oleh karena itu perlu adanya sensitivitas tentang karakter suatu komunitas nelayan. Dengan demikian tidak ada lagi kesenjangan yang jauh antara nelayan dengan pemerintah, sehingga proses pengenalan tehnologi baru atau sosialisasi kebijakan kepada nelayan dapat diterima dengan baik.
4. Altenatif usaha untuk nelayan jukung
Perlu adanya penanganan terhadap nelayan perahu jukung terutama jaringan dan pancingan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Karena keberadaan rumpon yang sudah berkembang di wilayah pesisir pantai Puger ini akan terus mengalami perkembanga dan sulit dihilangkan. Oleh karena itu nelayan jukung sebagai nelayan kecil yang tidak memiliki modal yang besar perlu dicarikan alternatif usaha atau solusi untuk menangani masalah mereka. Pemerintah setidaknya memiliki agenda untuk bagaimana mensejahterakan mereka, baik melalui pemberian batuan atau dengan strategi yang lain. Misalnya dengan membuka peluang kerja industri perikanan, seperti pengalengan ikan dalam skala yang lebih besar. Saat ini yang ada di Puger hanya bergerak dalam skala usaha kecil, belum ada yang bergerak dalam skala yang lebih besar. Penggolahan usaha beskala kecil atau rumah tangga ini dirasa masih rentan dan mengantungkan dengan income rumah tangga. Jika seumpama tersedia skala usaha yang lebih besar, maka antisipasi terhadap persoalan yang dihadapi nelayan dapat tertolong dengan bantuan dari berbagai pihak yang ikut bekerjasama dalam usaha tersebut. Sehingga nelayan yang bekerja dalam industri penggolahan ikan dapat bekerja lebih lama atau setidaknya ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan nelayan untuk keberlangsungan hidup mereka.